PERLINDUNGAN GURU ADALAH SUATU KEHARUSAN
(Salah Satu Tulisan Saya Dalam Buku "DUNIA HANDAYANI")
            Perlindungan Guru bukan hal yang baru karena hal ini sudah diatur dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 Pasal 39 ayat (1) menyebutkan bahwa “pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam melaksanakan tugas. Mengapa guru perlu diberi perlindungan? Jawabannya adalah guru memiliki tugas yang berat sebagaimana tercantum dalam rumusan Pasal 1 ayat (1) Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen disebutkan bahwa guru, secara khusus, adalah pendidik profesional dengan tugas untuk mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
            Lebih lanjut dengan profesi guru yang memiliki beban berat. Guru saat ini  dituntut untuk terus senantiasa meningkatkan profesionalismenya dengan baik. Pun tantangan yang dihadapinya kian berat dan kompleks di era globalisasi. Hal ini membutuhkan perlindungan yang komprehesif terhadap profesi guru agar aman, nyaman dan leluasa menjalankan profesinya menjadi guru. 
            Banyak kasus yang telah terjadi di mana guru menjadi objek kekerasan peserta didik atau orang tua peserta didiknya. Bahkan lebih dari itu semua, ada seorang guru dianiaya hingga ia tewas. Kasus terakhir yang masih hangat dalam ingatan kita adalah penganiayaan terhadap seorang guru bernama Ahmad Budi Cahyono di SMA 1 Torjun, Kabupaten Sampang, Madura, Kepergiannya menyisakan luka dan pilu yang menyayat hati. Paling menyedihkan lagi, sang guru seni itu harus pergi selamanya dengan meninggalkan seorang istri yang tengah mengandung anak pertama.
          Guru dilaporkan saat memberikan sanksi pelanggaran displin terhadap peserta didiknya, seperti menyuruh push up atau menyuruh berlari mengelilingi lapangan sekolah dan sejenisnya yang mana sanksi demikian bukanlah masalah pada masa lalu. Pada saat ini   sanksi jenis demikian dinilai tidak lagi mendidik bahkan dianggap melanggar Undang-undang Perlindungan Anak. Hukuman disiplin yang diberikan kepada peserta didik harus mengacu kepada tata tertib sekolah dan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlidungan Anak. Seorang guru, sungguh, harus “berhati-hati” dalam mendisiplinkan peserta didiknya agar terhindar dari ancaman UU Perlindungan Anak di atas.Undang-undang Perlindungan Anak seperti ranjau yang bisa menyandera seorang guru dari kewenangan profesinya. Ia juga seolah menjadi alat kriminilasasi bagi guru. Kondisi demikian adalah konsekuensi atas pemaknaan HAM yang kebablasan pasca reformasi.
            Pasal 54 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang biasanya dijadikan referensi dalam laporan pengaduan kekerasan terhadap anak oleh guru. Pasal tersebut berisi bahwa anak di dalam dan di lingkungan sekolah wajib dilindungi dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh guru, pengelola sekolah atau teman-temanya di dalam sekolah yang bersangkutan, atau lembaga pendidikan lainnya. Tindakan kekerasan terhadap anak di atas bisa berupa fisik, psikis dan seksual.
            Di daerah Kalimantan Barat sendiri khususnya Pontianak, hal yang serupa terjadi yaitu guru dilaporkan ke polisi atau ke kantor diknas karena melakukan kekerasan kepada peserta didik yang mana sebenarnya tindakan tersebut dilakukan untuk kedisiplinan. Kondisi faktual di lapangan kini mulai terlihat, seorang guru akhirnya mengambil jalan aman agar tak dipusingkan dengan dampak yang akan terjadi jika ia melakukan hal-hal yang dianggap melakukan kekerasan terhadap anak didiknya dengan membiarkan atau “cuek” terhadap perilaku peserta didiknya yang kurang sopan atau beretika kurang baik. Sungguh, sebuah sikap dilematis yang dihadapinya. Di sisi lain ia harus bertanggungjawab atas perilaku peserta didiknya, dan di sisi lain ia merasa takut terkena masalah hukum yang akan menimpanya. Akhirnya, ketika di sekolah, ia hanya sebatas mengajar bukan mendidik. Padahal proses pendidikan harusnya meliputi tiga ranah, yaitu menyoal sikap, pengetahuan, dan keterampilan, tidak hanya didominasi oleh  ranah pengetahuan belaka. Saya sendiri cendrung untuk bersikap lunak dan memahami peserta didik agar terhindar dari tindakan kekerasan yang tentunya berujung pelanggaran terhadap UU Perlindungan Anak. Namun kendala yang mungkin terjadi dan sulit untuk diatasi adalah jika menghadapi peserta didik yang bandel dan tidak menghormati guru. Tentunya ini membutuhkan kesabaran yang luar biasa untuk mengatasi peserta didik yang demikian agar guru tidak terjerat dalam kasus pelanggaran UU Perlindungan Anak.
            Dari data dan fakta di atas pemerintah dalam konteks ini, Kemendikbud, harus segera merealisasikan perlindungan guru, agar dalam melaksanakan tugasnya, seorang guru bisa merasa aman, nyaman, tenteram, serta tidak mudah dikriminalisasi oleh peserta didik atau orang tua peserta didik. Negara mempunyai tugas memastikan pelaksanaan hak dan kewajiban warga negaranya berjalan dengan baik. Disamping itu, negara juga harus dapat mencegah terjadinya risiko yang selalu mengancam warga negaranya dengan baik pula. Jika kita lihat pesan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tampaklah dengan jelas bahwa negara bertugas mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyatnya, termasuk di dalamnya rakyat mendapatkan perlindungan hukum secara komprehensif. Semangat perlindungan guru ini hendaknya mutlak harus dilaksanakan.

Comments

Popular posts from this blog

Learning Time (Narrative Text )