5 Position Kontrol Guru (5 Positions of Teachers' Controlling)

 Posisi Pertama: Punisher (Penghukum) Pada posisi ini perbuatan guru berupa menghardik, menunjuk-nunjuk, menyindir, dan menyakiti. Hasilnya siswa akan memberontak, menyalahkan orang lain, dan berbohong. Itu dilakukan agar tidak dihukum. Siswa meletakkan guru di luar dunia berkualitas. Karena siswa benci atau tidak senang, guru seperti ini bukan seseorang yang difavoritkan. 

Posisi Kedua: Guilter (Pembuat orang lain merasa bersalah)  Pada posisi ini, intonasi guru lebih halus. Misalnya, “Aduh, kamu kok telat lagi. Kamu kan sudah bilang mau tepat waktu. Kok sekarang telat lagi, sih?” Guru banyak berceramah dan mengeluarkan kata-kata yang mengaduk-aduk perasaan sehingga murid merasa bersalah. Hasilnya, siswa akan menyembunyikan, menyangkal, dan berbohong untuk menutupi kesalahannya. Siswa menjadi rendah diri, perasaan dirinya jelek dan sang anak akan berkata,”Maafkan, saya.” Siswa menganggap dirinya jelek dan bukan anak yang baik. Dalam jangka panjang, hal ini bisa berakibat buruk.  akan bisa menggerogiti anak. 

Posisi Ketiga: Buddy (Teman) Guru mengambil posisi sebagai orang yang dekat dengan anak-anak. Ia menjalin hubungan pertemanan dengan humor dalam mempengaruhi siswa. Tutur katanya ramah, kadang bercanda, dan sok kenal sok dekat dengan anak. Kalimat seperti: “Nancy, kamu kan anak paling cepat berlari? Besok lagi jangan terlambat, ya? Harusnya kamu baris paling depan, loh. Lakukan itu untuk saya, ya! adalah kalimat yang dilontarkan guru dengan mengambil posisi sebagai teman. Siswa bedisiplin untuk gurunya (motivasi eksternal). Hasilnya, siswa memiliki ketergantungan dengan guru. Misalnya, ketika naik kelas. Anak-anak yang dulunya sikapnya baik, begitu naik kelas “bubar”. Hal ini terjadi karena mereka melakukan sesuatu motivasinya untuk menyenangkan. Ketika gurunya berubah ia pun berubah. Berbahaya, bukan? Ketika guru, karena sesuatu hal harus memberi respon berupa sanksi tertentu, anak akan menganggapi: “Saya pikir Bapak/Ibu Guru itu teman saya, ternyata masih memeperlakukan saya seperti itu juga“. 

Posisi Keempat: Monitor (Pemantau) Sebelumnya, guru dan siswa sudah membuat aturan kelas. Aturan tersebut sudah disepakati, apa yang dilakukan dan konsekwensi jika tidak melakukan. Pada posisi ini, jika siswa tidak disiplin, guru lebih santai. Ia tidak menghardik, berkata dengan intonasi datar saja, dan guru mengingatkan peraturan yang disepakati. Apa aturan kita, sih?  Jadi, guru menghitung, mengukur, dan memberikan konsekwensi. Akibatnya, anak menyesuaikan diri bila diawasi dan ia menitiberatkan pada apa akibat atau hadiah untuk dirinya. 

Posisi kelima: Manager Pada posisi sebagai manager, guru akan bertanya tentang apa yang membuat mereka terlambat. Anak diharapkan jujur menjawab. Misalnya, saya terlambat karena semalam menonton youtube, main online game, dan sebagainya. Terhadap jawaban murid, guru merespon dengan kata-kata, misalnya: “Apa yang kau yakini tentang kesepakatan kelas kita bahwa anda akan menghargai waktu? Apa yang bisa kaukerjakan untuk memperbaiki kesalahan ini? Besok lagi harusnya seperti apa?” Dalam hal ini anak dilibatkan mencari solusi dari kesalahan. Ia belajar belajar dari kesalahan. Anak diajak mencari solusi, mereka diajak “bicara” dan diarahkan pada nilai-nilai yag diyakini terutama pada kesepakatan kelas. Hasilnya, hal itu akan menguatkan pribadi. Siswa akan meletakkan dirinya sebagai individu yang positif dalam dunia berkualitas. Jika terlambat datang ke sekolah, ia diarahkan untuk menjadi anak yang menghargai waktu. Bukan menjadi pribadi disiplin karena takut dihukum atau ingin menyenangkan orang lain. Tidak juga berbuat karena ingin mendapat pujian, atau sekedar menyepakati aturan yang sudah dibuat.

Source: https://blogsusanto.com

Kutipan tentang Restitution in Schools in realrestitution.com dalam blogsusanto.com

Restitution is a philosophy of discipline that is based on intrinsic motivation. It is created by Diane GossenRestitution is a philosophy of discipline that is based on intrinsic motivation. It is created by Diane Gossen and based on William Glasser’s Control theory principles. Restitution Helps students to develop self -discipline and helps teachers to become better managers and mentors. We learn to become the student or the teacher we want to be even in difficult situations. Restitution focuses on how people can creatively correct their mistakes emphasizing positive solutions. Mistakes are viewed by all as opportunities to learn and grow. We learn to make things right with people.

Artikel ini telah tayang di blogsusanto.com dengan judul : Penerapan Disiplin Positif kepada Anak, Ini 5 Posisi Kontrol Guru (Pendidik), https://blogsusanto.com/?p=1798Restitution is a philosophy of discipline that is based on intrinsic motivation. It is created by Diane Gossen and based on William Glasser’s Control theory principles. Restitution Helps students to develop self -discipline and helps teachers to become better managers and mentors. We learn to become the student or the teacher we want to be even in difficult situations. Restitution focuses on how people can creatively correct their mistakes emphasizing positive solutions. Mistakes are viewed by all as opportunities to learn and grow. We learn to make things right with people.



Comments

Popular posts from this blog

Learning Time (Narrative Text )